Sorot Nasional.com
M.S. Pelu GB
Provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah dan jumlah penduduknya yang masif, kerap dihadapkan pada tantangan tata kelola pemerintahan yang kompleks. Wacana pemekaran wilayah pun bukanlah hal baru, bahkan gagasan untuk memecah Jawa Barat menjadi lima provinsi baru kembali mengemuka. Namun, apakah langkah ini merupakan solusi efektif untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik, atau justru berpotensi menimbulkan komplikasi baru yang perlu dikaji lebih mendalam.
Secara kasat mata, pemekaran dapat dilihat sebagai langkah strategis untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan. Dengan wilayah yang lebih kecil, diharapkan fokus pembangunan dapat lebih terarah dan responsivitas pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakat dapat meningkat. Permasalahan klasik seperti kesenjangan pembangunan antara wilayah utara dan selatan, atau disparitas akses terhadap fasilitas publik, mungkin dapat diminimalisir dengan adanya provinsi-provinsi baru yang memiliki fokus dan prioritas masing-masing.
Sebagai contoh, jika wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) menjadi provinsi tersendiri, sumber daya dan kebijakan pembangunan dapat lebih difokuskan pada tantangan urbanisasi dan mobilitas yang khas di kawasan tersebut. Begitu pula dengan wilayah priangan timur atau utara, yang mungkin memiliki karakteristik geografis dan potensi ekonomi yang berbeda, dapat mengembangkan potensi uniknya tanpa terbebani oleh skala Jawa Barat yang terlalu besar.
Namun, di balik optimisme ini, perlu diingat bahwa pemekaran bukanlah panasea. Prosesnya membutuhkan kajian mendalam terkait aspek sosial, ekonomi, politik, dan administratif. Kesiapan infrastruktur pemerintahan, ketersediaan sumber daya manusia berkualitas, serta potensi pendanaan masing-masing calon provinsi baru harus dipastikan. Jangan sampai pemekaran justru menciptakan provinsi-provinsi baru yang mandul secara fiskal dan hanya memperpanjang birokrasi tanpa dampak signifikan pada kesejahteraan rakyat.
Selain itu, pertimbangan terhadap potensi konflik antarwilayah dalam penentuan batas-batas provinsi, hingga identitas kultural dan historis masyarakat, juga tidak boleh diabaikan. Pemecahan wilayah haruslah didasari oleh kepentingan bersama untuk kemajuan, bukan sekadar ambisi politik atau pecah kongsi kekuasaan.
Pada akhirnya, wacana pemekaran Jawa Barat menjadi lima provinsi ini adalah diskusi yang patut diangkat ke ruang publik. Namun, keputusan final haruslah didasari oleh analisis komprehensif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan yang terpenting, berorientasi pada kemaslahatan rakyat Jawa Barat secara keseluruhan. Apakah kita siap menanggung konsekuensi dari langkah besar ini? Mari kita terus kaji dan diskusikan secara objektif.
M.S. Pelu Wasekjen IV FORKONAS PP DOB Periode 2025 – 2029.